Palembang - Di balik keindahan Pulau Kemaro, Palembang, Sumsel, terselip kisah cinta tragis Putri Raja Palembang, Siti Fatimah. Di pulau ini pun ada makam yang konon menjadi tempat pembaringan terakhir sang putri. Penasaran?
Ada sebuah destinasi di tengah Delta Sungai Musi yang mencuri perhatian wisatawan. Pulau Kamaro namanya. Lokai pulau ini tak begitu jauh dari Kuto Gawang. Nama Kemaro diambil karena pulau ini tidak pernah bajir, meski Sungai Musi meluap.
Saat menapakkan kaki di pulau ini, Anda akan merasakan nuansa Tionghoa yang kental. Ini bisa dilihat dari adanya pagoda dan kelenteng yang menghiasi pulau tersebut.
Warna kelenteng yang merah menantang di antara pepohonan hijau, membuatnya mudah ditemukan. Namanya Kelenteng Hok Tjing Rio. Sedangkan pagoda yang baru dibangun pada 2006 ini, tingginya mencapai 9 lantai. Sehingga, membuatnya terlihat menjulang di tengah pulau.
Selain kelenteng dan pagoda, ada legenda tragis percintaan. Dilansir dari situs resmi Provinsi Sumatera Selatan, Kamis (7/2/2013), legenda ini menceritakan tentang kisah cinta antara Putri Raja Palembang, Siti Fatimah dengan saudagar kaya sekaligus pangeran asal negeri China, Tan Bun Ann.
Keduanya saling jatuh cinta dan sepakat untuk menikah. Siti Fatimah mengajukan syarat pada Tan Bun Ann untuk menyediakan 9 guci berisi emas. Tan Bun Ann kemudian mengirim seorang pengawalnya pulang ke Tiongkok untuk meminta emas dan restu pada orang tuanya. Tentu saja permintaan ini disetujui orang tua Tan Bun Ann.
Untuk menjaga emas tersebut dari bajak laut, guci berisi emas tersebut ditutupi dengan asinan sawi. Sesampainya di dekat Pulau Kemaro, Tan Bun Ann terdorong untuk memeriksa isi guci. Melihat isinya hanya asinan sawi, ia pun kesal dan membuang guci-guci itu ke sungai. Namun, guci terakhir yang ia lempar tidak sengaja pecah. Di situlah ia melihat keping-keping emas.
Tan Bun Ann pun terkejut melihat hal tersebut. Dia pun sangat menyesal karena terlambat menyadari hal itu. Diperintahkan pengawalnya untuk mengambil kembali guci-guci yang sudah tenggelam di Sungai Musi. Namun, pengawal justru ikut tenggelam. Akhirnya, Tan Bun Ann memutuskan untuk terjun ke sungai dan mencari guci-guci tersebut. Naas, dirinya juga tenggelam di Sungai Musi.
Mendengar kejadian yang menimpa calon suaminya, Siti Fatimah pun berinisiatif terjun dengan niat membantu. Dirinya berkata, "Jika ada tanah yang tumbuh di tepi sungai ini, maka di situlah kuburan saya." Ternyata Siti Fatimah dan Tan Bun Ann tidak pernah muncul ke permukaan.
Tak lama, muncul dua gundukan tanah yang dipercaya sebagai makam Siti Fatimah dan Tan Bun Ann. Untuk mengenang mereka, dibuatlah makam keduanya di Pulau Kemaro.
Tak ketinggalan, di daerah ini juga ada pohon cinta. Pohon cinta ini adalah sebuah beringin yang sudah cukup tua dengan ranting yang sangat rimbun. Konon, bila seseorang menuliskan nama dirinya dan pasangannya di pohon itu, maka jalinan cinta mereka akan semakin langgeng.
Untuk sampai ke pulau ini, traveler harus menempuh perjalanan kurang lebih 20 menit. Perjalanan di mulai dari dermaga kecil yang berada di depan Benteng Kuto Besak. Pulau ini akan ramai wisatawan saat perayaan Imlek dan Cap Go Meh, khususnya bagi traveler keturunan Tionghoa.
0 komentar:
Post a Comment