Indonesia masih menjadi magnet bagi investasi properti. Sektor properti membuktikan dirinya menjadi salah satu urat nadi perekonomian nasional yang menggerakkan 175 industri hulu-hilir yang terkait, mulai pabrik semen, otomotif, aluminium, keramik, kaca, kayu, cat, furnitur, kelistrikan, tekstil, elektronik, hingga peralatan rumah tangga.
Luasnya cakupan properti tecermin dari
kelompok besar, yakni proyek perumahan murah untuk masyarakat berpenghasilan rendah yang disubsidi pemerintah serta proyek properti komersial yang dilepas pada mekanisme pasar. Properti komersial itu adalah perkantoran, pusat perbelanjaan, hotel, real estat, apartemen, dan kawasan industri.
Dalam Rapat Kerja Nasional Real Estat Indonesia bertema ”Rumah untuk Semua”, 4-6 Desember 2012, terungkap optimisme pemerintah dan kalangan usaha terhadap pertumbuhan properti Tanah Air di tengah perkembangan ekonomi dan bertambahnya warga kelas menengah.
Hingga semester I-2012, kapitalisasi penjualan sektor properti mencapai Rp 222,1 triliun. Tahun ini kapitalisasi penjualan properti diperkirakan naik 17 persen dibandingkan dengan tahun lalu, sedangkan tahun 2013 diprediksi mengalami kenaikan 20 persen dibandingkan dengan tahun ini.
Peluang juga terbuka lebar dari sisi pembiayaan karena komposisi kredit properti terhadap total kredit perbankan baru 13 persen. Masih ada ”kue” pembiayaan yang bisa digarap.
Namun, siapakah yang paling menikmati perkembangan properti saat ini?
Di depan mata, pemenuhan rumah layak huni dan sehat bagi masyarakat berpenghasilan rendah masih tertatih-tatih. Kekurangan rumah rakyat di tingkat nasional masih 15 juta unit. Kondisi yang ironis tatkala anggaran besar pemerintah telah disiapkan untuk program perumahan rakyat.
Tahun 2012, anggaran Kementerian Perumahan Rakyat bagi fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah mencapai Rp 7,1 triliun dengan target penyerapan 143.200 unit. Anggaran subsidi itu masih ditambah insentif prasarana-sarana utilitas perumahan sebesar Rp 4,25 juta per unit untuk menekan harga jual.
Menjelang pengujung tahun, penyaluran rumah bersubsidi baru 60.000 unit. Pemerintah menyampaikan beberapa alasan rendahnya penyerapan rumah rakyat, antara lain hambatan perizinan, sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah, tata ruang, pasokan rumah bersubsidi merosot, dan regulasi yang berubah-ubah. Persoalan klasik yang disadari sejak lama, tetapi tidak juga diatasi.
Jika segala daya dikerahkan untuk menyokong kelompok perumahan murah, geliat properti akan kian cepat. Ini karena laju kebutuhan rumah terus meningkat seiring dengan bertumbuhnya keluarga-keluarga baru.
Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan, efektivitas pemerintahan tinggal 1,5 tahun lagi. Meski demikian, urusan rumah ini tetap diharapkan menjadi perhatian. Dan, harapan soal rumah ini juga akan diteruskan kepada pemerintahan mendatang. (BM Lukita Grahadyarini)
Sumber
Dalam Rapat Kerja Nasional Real Estat Indonesia bertema ”Rumah untuk Semua”, 4-6 Desember 2012, terungkap optimisme pemerintah dan kalangan usaha terhadap pertumbuhan properti Tanah Air di tengah perkembangan ekonomi dan bertambahnya warga kelas menengah.
Hingga semester I-2012, kapitalisasi penjualan sektor properti mencapai Rp 222,1 triliun. Tahun ini kapitalisasi penjualan properti diperkirakan naik 17 persen dibandingkan dengan tahun lalu, sedangkan tahun 2013 diprediksi mengalami kenaikan 20 persen dibandingkan dengan tahun ini.
Peluang juga terbuka lebar dari sisi pembiayaan karena komposisi kredit properti terhadap total kredit perbankan baru 13 persen. Masih ada ”kue” pembiayaan yang bisa digarap.
Namun, siapakah yang paling menikmati perkembangan properti saat ini?
Di depan mata, pemenuhan rumah layak huni dan sehat bagi masyarakat berpenghasilan rendah masih tertatih-tatih. Kekurangan rumah rakyat di tingkat nasional masih 15 juta unit. Kondisi yang ironis tatkala anggaran besar pemerintah telah disiapkan untuk program perumahan rakyat.
Tahun 2012, anggaran Kementerian Perumahan Rakyat bagi fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah mencapai Rp 7,1 triliun dengan target penyerapan 143.200 unit. Anggaran subsidi itu masih ditambah insentif prasarana-sarana utilitas perumahan sebesar Rp 4,25 juta per unit untuk menekan harga jual.
Menjelang pengujung tahun, penyaluran rumah bersubsidi baru 60.000 unit. Pemerintah menyampaikan beberapa alasan rendahnya penyerapan rumah rakyat, antara lain hambatan perizinan, sinkronisasi kebijakan pusat dan daerah, tata ruang, pasokan rumah bersubsidi merosot, dan regulasi yang berubah-ubah. Persoalan klasik yang disadari sejak lama, tetapi tidak juga diatasi.
Jika segala daya dikerahkan untuk menyokong kelompok perumahan murah, geliat properti akan kian cepat. Ini karena laju kebutuhan rumah terus meningkat seiring dengan bertumbuhnya keluarga-keluarga baru.
Menteri Perindustrian MS Hidayat mengatakan, efektivitas pemerintahan tinggal 1,5 tahun lagi. Meski demikian, urusan rumah ini tetap diharapkan menjadi perhatian. Dan, harapan soal rumah ini juga akan diteruskan kepada pemerintahan mendatang. (BM Lukita Grahadyarini)
Sumber
0 komentar:
Post a Comment